Hamzah bin Abdul Muthalib

Hamzah bin Abdul Muthalib adalah sahabat sekaligus paman dan saudara sepersusuan Nabi Muhammad SAW. Ia memiliki julukan "Singa Allah" karena kepahlawanannya saat membela Islam.


Hamzah lahir diperkirakan hampir bersamaan dengan Muhammad. Ia merupakan anak dari Abdul Muthalib dan Haulah binti Wuhaib dari Bani Zuhrah. Menurut riwayat, pernikahan Abdul Muthalib dan Abdullah bin Abdul Muthalib terjadi bersamaan waktunya, dan ibu dari Nabi yakni Aminah binti Wahab adalah saudara sepupu dari Haulah binti Wuhaib.


Hamzah syahid pada Perang Uhud, dibunuh oleh Wahsyi bin Harb, seorang budak Ethiopia milik Hindun bin Utbah, istri dari Abu Sufyan bin Harb, yang ayahnya dibunuh oleh Hamzah pada Perang Badar. Hindun menjanjikan kebebasan untuk Wahsyi bila ia mampu membalaskan dendam Hindun dengan membunuh Hamzah.


------------------------------


Beliau bernama Hamzah bin Abdul Muttolib –semoga Allah meridhainya-, salah seorang paman Rasulullah saw dan saudara sesusuan, lahir dua tahun lebih dahulu dari Rasulullah saw, keduanya diasuh dan disusui oleh Tsuaibah, seorang budak Abu Lahab, beliau dijuluki dengan Abu ‘Amarah, sebagaimana beliau juga teman dekat anak saudaranya, Muhammad saw sebelum dibangkitkan menjadi Rasul, karena beliau tumbuh selalu berama-sama dan dididik berdua.

Hamzak masuk Islam pada tahun kedua setelah Muhammad diangkat menjadi nabi, -dan dalam riwayat yang lain pada tahun keenam setelah Rasulullah saw masuk ke Darul Arqom-; saat itu Hamzah sedang melakukan perburuan, dan ketika Abu Jahal melewati Rasulullah saw dibukit Shofa, Abu Jahal menghinanya, mancacinya dan mencelanya, sedang Rasulullah saw hanya diam, tidak berkomentar dan melawannya, adapun seorang pembantu milik Abdullah bin Jad’an mendengar perkataan Abu Jahal, maka diapun menunggu hingga Hamzah kembali dari bepergiannya, dan ketika Hamzah memegang panah pembantu itu berkata : Wahai Abu ‘Amarah, sekiranya saja engkau melihat perlakuan yang menimpa saudaramu Muhammad dari Abu Al-hakam bin Hisyan (Abu Jahal), dicaci dan dihina dan kemudian pergi meninggalkannya sedang Muhammad diam tidak melawan!? mendengar hal tersebut Hamzah marah lalu pergi menuju Abu Jahal dan mendapatkannya berada dikemurumunan Quraisy, lalu beliaupun memukul kepalanya dengan panahnya hingga terluka parah, kemudian dia berkata : Apakah engkau mencelanya sedangkan saya berada dalam agamanya (padahal saat itu beliau memeluk Islam), saya berkata kepada apa yang diucapkan, maka kembali kepada saya jika kamu mampu ? maka saat itu pula kelompok dari Bani Mahzum (Kabilah Abu Jahal) bangkit ingin menghajar Hamzah, namun Abu Jahal mencegahnya dan berkata kepada mereka : Biarkan Abu ‘Amarah pergi, karena demi Allah saya telah mencaci anak saudaranya dengan cacian yang lebih hina. (Ibnu Sa’ad).


Ketika hari beranjak pagi, Hamzah pergi menuju Ka’bah dan bermunajat kepada Allah agar dilapangkan dadanya pada kebenaran; maka Allahpun mengabulkannya dan mengisi hatinya dengan cahaya keyakinan dan iman, lalu beliau pergi menghadap Rasulullah saw dan menyampaikan perkara yang terjadi pada dirinya, hingga Rasulullah saw merasa gembira dengan Islamnya Hamzah dan mendoakan kapadanya kebaikan.


Demikianlah Allah SWT memuliakan Hamzah dengan Islam, dan Islam kokoh olehnya, karena masuknya beliau kepada Islam merupakan kemenangan yang baru dan dukungan terhadap agama Allah dan Rasulullah saw, namun orang-orang musyrik tidak mendengar dan mengatahui akan Islamnya Hamzah kecuali mereka berkeyakinan akan kuatnya Da’wah Rasulullah saw, hingga mereka menghentikan penghinaan terhadapnya dan memulai dengannya dengan siasat baru, yaitu melalui diplomasi, hingga datang Utbah bin Rabi’ah kepada Rasulullah saw dan memberikan memberikan hadiah seperti yang diinginkan dari harta, kedudukan atau kepemimpinan.


Dalam hidupnya Hamzah selalu menjadi pendamping sekaligus pendukung dan pelindung Rasulullah saw hingga Allah mengizinkan kepada kaum muslimin untuk berhijrah ke Madinah Al-Munawwarah, maka Hamzahpun ikut berhijrah, disana Rasulullah saw mempersaudarakan Hamzah dengan Zaid bin Haritsah, Hamzah ikut dalam perang Badar bersama Nabi saw, dan pada awal berkecamuknya perang beliau menyerang salah seorang dari pasukan musyrikin yang biasa dipanggil dengan Al-Aswad bin Al-Aswad di dekat sumur miliki kaum muslimin, dan dia berkata : saya bersumpah kepada Allah saya akan minum air dari sumur mereka atau saya akan hancurkan atau saya akan mati karenanya, maka Hamzahpun menghadangnya dan memukul kakinya, lalu Al-Aswad berjalan merangkak menuju sumur dan diikuti oleh Hamzah hingga akhirnya terbunuh.


Dan ketika tampak tiga orang bersaudara dari kaum musyrikin yaitu ; Utbah bin Rabi’ah dan saudaranya Syaibah dan anaknya Al-Walid bin Utbah, hingga keluar kepada mereka seorang pemuda dari Anshor dan berseru : Wahai Muhammad… keluarkan kepada kami dari kaum kami orang-orang yang gagah. Maka Rasulullah saw berkata : keluarlah kalian wahai Ubaidah bin Al-Harits, Hamzah dan Ali! Maka Ubaidahpun berhadapan dengan Utbah, Ali dengan Al-Walid, dan Hamzah berhadapan dengan Syaibah, dan hal ini tidak disia-siakan oleh Hamzah kecuali dia berhasil membunuhnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Ali dengan seterunya Al-Walid, adapun Ubaidah keduanya sama-sama terluka, hingga Hamzah dan Ali menghunuskan pedang keduanya dan membunuh Utbah.


Pada hari itu Hamzah meletakkan dikepalanya sebuah bulu, hingga dia tampak gagah dan berperang dengan berani dan berhasil membunuh beberapa orang terkemuka dari orang-orang musyrik, setelah perang usai dan Umayah bin Khalaf termasuk dalam tawanan, dia bertanya : siapa yang memakai dan mengajarkan menggunakan ikat kepala dengan bulu ? mereka menjawab : dialah Hamzah. Dia berkata : dialah yang telah berhasil melumpuhkan dan menangkap kami. Dalam perang ini Hamzah memiliki peran yang sangat besar, karena itu Rasulullah saw menjulukinya dengan : Asadullah wa Asadu Rasulihi (Singa Allah dan Singa Rasul-Nya).


Pada kesempatan lain seorang wanita musyrikin bernama Hindun binti Utbah bersumpah akan melakukan balas dendam terhadap Hamzah; karena dia telah membunuh ayahnya Utbah, pamannya dan saudaranya dalam perang Badar, sebagaimana Jubair bin Math’am ingin melakukan balas dendam kapada Hamzah karena telah membunuh pamannya Tu’aimah bin ‘Adiy, dan berkata kepada budaknya Wahsyi, yang mana dia mahir dalam melempar lembing : jika engkau berhasil membunuh Hamzah maka engkau merdeka.


Hingga saat perang Uhud datang dan Hamzah menunjukkan keberaniannya, membunuh para musuh di hadapan Rasulullah saw dengan dua pedang sambil berkata : Sayalah singa Allah. Dan setelah kaum muslimin mundur dari perang, Hamzah berusaha melindungi Rasulullah saw dari serangan orang-orang musyrikin, pada sisi lain Wahsyi bersembunyi dan mengintai Hamzah lalu membunuhnya dengan melemparkan tombaknya dengan keras hingga menimpa dadanya saat dimedan perang, hingga akhirnya beliau syahid sebagai pahlawan yang gagah berani.


Setelah usai perang Rasulullah saw menginsfeksi keadaan dan melihat Hamzah berada ditengah para syuhada sedangkan tubuhnya sudah tidak berbentuk lagi, hidung dan telingnya telah dipotong, perutnya terburai, hingga Rasulullah saw pun merasa sedih melihatnya, dan berkata : “Sekiranya Sofiyah tidak merasa sedih dengan kepergiannya tentu aku akan tinggalkan dirinya, demikian kondisi Hamzah yang mengenaskan hingga dimakan oleh ulat dan burung, dan hingga dia dibangkitkan dari perutnya sebagai kemuliaan dan pengagungan kepadanya”. (Abu Dawud). Dan beliau bersabda : “Penghulu para syuhada adalah Hamzah” (Al-Hakim). Nabi kemudian mensholatkan Hamzah dan para syuhada perang Uhud lainnya yang berjumkah 70 syahid.


Sumber :

Akulah Mush'ab...!!!

Mush’ab bin Umair adalah salah satu sahabat yang memeluk Islam pada masa awal keislaman. Ia lahir dan dibesarkan dalam kesenangan. Pada waktu remaja ia menjadi buah bibir gadis-gadis Mekah dikarenakan wajahnya yang rupawan, kekayaan, otak yang cerdas dan akhlaknya yang baik.

Suatu hari ia mendengar berita mengenai Muhammad SAW dan apa yang diajarkannya. Iapun tertarik dan memutuskan untuk pergi ke Darul Arqom, suatu tempat dimana kaum Muslim berkumpul dan belajar. Disana ia mendengar ayat-ayat Al-Qur’an yang begitu mempesona. Hatinya menjadi tenang dan damai mendengar untaian ayat-ayat tersebut. Maka Mush’abpun memutuskan untuk memeluk ajaran baru ini. Namun ibunda Mush’ab adalah seorang yang berkepribadian kuat, pendiriannya tidak dapat ditawar-tawar. Oleh sebab itu Mush’ab memutuskan untuk sementara menyembunyikan keislamannya. Namun tak lama kemudian ibundanya mengetahui hal tersebut. Iapun berusaha membujuk agar Mush’ab mau kembali memeluk ajaran leluhurnya namun Mush’ab menolak sehingga akhirnya ia putus asa dan menghentikan pemberian keuangan serta mengurung Mush’ab di kamarnya dan melarangnya keluar rumah.

Beberapa waktu kemudian Mush’ab mendengar berita bahwa beberapa orang Muslim hijrah ke Habasyi (Ethiopia). Segera Mushabpun memutuskan untuk melarikan diri dan ikut bergabung bersama orang-orang Muslim untuk hijrah ke Habasyi. Beberapa waktu kemudian karena terdengar desas-desus bahwa pihak Quraisy telah mengurangi tekanan terhadap Muslim, mereka memutuskan untuk kembali ke Mekah, begitu pula Mush’ab. Mereka segera menemui Rasulullah dan para sahabat. Demi melihat Mush’ab, Rasulullah menitikkan airmata, penampilan Mush’ab sungguh berbeda, ia berpakaian usang dengan tambalan disana-sini. Rasulullah menatapnya dengan penuh kasih sayang dan bersabda: “ Dahulu aku lihat Mush’ab ini tak ada yang mengimbangi dalam hal memperoleh kesenangan dari orang-tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan RasulNya”.


Setelah peristiwa baiat Aqabah ke 1 pada tahun ke 11 kenabian, Mush’ab ditugasi Rasulullah sebagai duta Muslim ke Madinah untuk mengajarkan Al-Quran dan berbagai pengetahuan lain mengenai Islam kepada penduduk disana. Berkat kecerdasan, kesabaran dan kebesaran jiwanya ia berhasil mengajak sebagian besar masyarakat kota itu untuk memeluk Islam. Itulah sebabnya ia dikenal dengan panggilan Muqri’ul Madinah ( Nara sumber Madinah). Dan sejak itu pula setiap orang yang mengajarkan Al-Qur’an disebut “Mush’ab”. Kemudian pada musim haji tahun berikutnya Mush’ab berhasil mengajak lebih dari 70 kaum Muslimin ke Mekkah dimana kemudian terjadi perjanjian Aqabah 2. Sejak saat itu Mush’ab tidak pernah absen menyertai Rasulullah berperang.


Dalam perang Uhud Mush’ab dipercaya Rasulullah sebagai pembawa bendera pasukan. Peperangan berlangsung sengit .Mulanya pasukan Muslim bisa menguasai keadaan namun ketika pasukan pemanah yang ditugasi untuk bertahan diatas bukit melanggar perintah dikarenakan tergiur oleh banyaknya ghonimah ( pampasan perang ) yang tertinggal di hadapan mereka, keadaan menjadi berubah terbalik. Tanpa diduga pasukan kafir yang dipimpin Khalid bin Walid yang waktu itu belum memeluk Islam menyerang-balik dari balik bukit sehingga pasukan Muslim kocar-kacir. Pada saat yang genting itulah beredar berita bahwa Rasulullah telah meninggal. Mush’ab sangat terkejut. Namun yang paling dikhawatirkannya adalah nasib kelanjutan ajaran Islam. Ia khawatir kenyataan tersebut akan segera menyurutkan dan memadamkan ajaran yang baru saja tumbuh itu.


Lalu iapun segera meneriakkan “ Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul ” sambil mengacungkan bendera tinggi-tinggi dan bertakbir sembari menyerang musuh dengan gagah berani. Namun kemudian pihak musuh berhasil menebas tangannya hingga putus. Mush’ab segera memindahkan bendera ke tangan kirinya namun kalipun ia tidak berhasil menghindar serangan lawan sehingga tangan kirinya juga ditebas pedang musuh. Mush’ab segera membungkuk kearah bendera lalu dengan kedua pangkal lengannya meraihnya ke dada sambil terus bertakbir. Namun kali ini lawan menyerangnya dengan menusukkan tombak ke dada Mush’ab. Mush’abpun gugur sebagai seorang syuhada yang gagah berani.


Diakhir perang, Rasulullah beserta para sahabat meninjau medan perang dan mendapati jasad Mush’ab.
Tak sehelaipun kain untuk menutupinya selain sehelai burdah yang andai ditaruh di atas kepalanya terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya bila ditutup kakinya maka terbukalah kepalanya. Maka Rasulullah bersabda : ” Tutupkanlah ke bagian kepalanya , kakinya tutuplah dengan rumput idzkir!”.

Betapa pun luka pedih dan duka yang dalam menimpa Rasulullah karena gugur pamanda Hamzah dan dirusak tubuhnya oleh orang-orang musyrik demikian rupa, hingga bercucurlah air mata Nabi.... Dan betapapun penuhnya medan laga dengan mayat para shahabat dan kawan-kawannya, yang masing-masing mereka baginya merupakan panji-panji ketulusan, kesucian dan cahaya.... Betapa juga semua itu, tapi Rasulullah tak melewatkan berhenti sejenak dekat jasad dutanya yang pertama, untuk melepas dan mengeluarkan isi hatinya.... Memang, Rasulullah berdiri di depan Mush'ab bin Umair dengan pandangan mata yang pendek bagai menyelubunginya dengan kesetiaan dan kasih sayang, dibacakannya ayat:
“Diantara orang-orang mukmin ada orang-orang yang percaya terhadap apa yang mereka janjikan kepada Allah”. (Q.S. 33 al-Ahzab : 23)

Kemudian dengan mengeluh memandangi burdah yang digunakan untuk kain tutupnya, seraya bersabda: "Ketika di Mekah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadamu. Tetapi seharang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah".


Setelah melayangkan pandangan sayu ke arah medan serta para syuhada kawan-kawan Mush'ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru: "Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari qiamat, bahwa tuan-tuan semua adalah syuhada di sisi Allah.


Kemudian sambil berpaling ke arah shahabat yang masih hidup, sabdanya: Hai manusia! Berziarahlah dan berltunjunglah kepada mereka, serta ucaphanlah salam Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai hari qiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereha akan mem balasnya.

Salam atasmu wahai Mush'ab...
Salam atasmu sekalian, wahai para syuhada...